Sebuah fakta dan kasus yang menimpa keluarga Ibu Siami warga Gadel Surabaya dan anaknya Alifah yang masih sekolah kelas VI di SDN Gadel II Surabaya yang diusir oleh warga setempat dari rumahnya sendiri karena melaporkan tindak kejahatan pendidikan yaitu contek massal dalam Ujian Nasional (UN) kepada pihak yang berwajib. (MetroTV / Jum’at, 170611).
Jujur kok malah di usir??
Sebuah pertanyaan yang harus di jawab.. tindakan Ibu Siami sebenarnya adalah untuk memajukan pendidikan nasional bangsa yang bebas dan jauh dari kecurangan-kecurangan. Mencontek/mencontoh dalam pandangan masyarakat kita sudah dianggap sebagai suatu hal yang biasa, padahal tindakan tersebut merupakan tindakan pembodohan secara formal generasi penerus bangsa.
Mantap!! |
Menteri Pendidikan Nasional (MENDIKNAS) Muhammad Nuh membantah telah terjadi contekan massal di SDN Gadel II Surabaya. Beliau menyatakan bahwa “Tidak ada kecurangan dan kejanggalan dari hasil test Ujian Nasional (UN), jika memang terjadi kecurangan dalam penyelenggaran Ujian Nasional maka dipastikan hasil ujian para murid akan sama, sedangkan ini tidak.” (RCTI/ Jum’at, 170611).
Ibu Siami membantah pernyataan dari Menteri Pendidikan, karena anaknya Alif secara jujur dan terang-terangan menyatakan bahwa gurunya telah memaksa dia untuk memberikan sejumlah jawabannya kepada teman-temannya. Sungguh sebuah kasus yang sangat sulit untuk dianalisa. Siapakah yang patut kita percaya?? Ibu Siamikah atau massa yang mengatakan tidak terjadi kecurangan dalam Ujian Nasional di SDN Gadel II Surabaya.
Ada suatu kejanggalan dari kasus UN di SDN Gadel II Surabaya yaitu pemecatan Kepala Sekolah SDN Gadel II Surabaya secara tiba-tiba dan tanpa ada sebabnya. Dan kenapa juga Dinas Pendidikan Pemprov Surabaya tidak setuju atas instruksi dari Mendiknas untuk menyelenggarakan Ujian Nasional ulang di SDN Gadel II Surabaya??
Apakah ini merupakan sebuah keberuntungan?? Jika memang jawabannya ya, kenapa keberuntungan sering berpihak kepada orang-orang yang tidak pantas?
Dari kasus Ibu Siami dan anaknya Alifah dan juga pengalaman pribadi saya dapat kita simpulkan bahwa telah terjadi suatu masalah yang serius dalam dunia pendidikan kita dan apabila tidak ditinjaklanjuti dan ditangani secara baik dan benar akan memberikan dampak negative yang sangat besar terhadap masa depan generasi penerus. Masalah yang paling besar adalah “krisis kejujuran”. Krisis kejujuran ini dikarenakan suatu kebiasaan yang dianggap baik. Kebiasaan mencontek/mencontoh dalam masyarakat kita sudah dianggap sebagai suatu hal yang biasa, padahal tanpa disadari kebiasaan yang seperti itu lambat laun telah membunuh motivasi belajar para generasi baru karena sudah merasa enak dengan mencontek.
Krisis kejujuran tidak hanya terjadi pada murid, pelajar, siswa, dan sarjana melainkan sudah mewabah di kalangan pejabat kita. Seperti kasus korupsi yang sudah melembaga yang terjadi di mana-mana, kasus penipuan, kasus kejahatan dalam perbankan, dan kasus-kasus lainnya yang semua pelakunya adalah seorang intelektual yang mempunyai dedikasi dan pengetahuan yang luas, tetapi tidak ada moral sama sekali.
Krisis kejujuran ini terjadi karena pendidikan kita tidak dibarengi dengan nilai-nilai moral. Saya ingat waktu saya masih SD, dulu ada yang namanya mata pelajaran Budi Pekerti, tetapi sekarang lambat laun mata pelajaran budi pekerti dihilangkan dengan alasan tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Padahal kalau kita telusuri mata pelajaran budi pekerti sangatlah penting untuk dijadikan acuan dasar dalam membentuk karakter moral seseorang.
Sudah saatnya lembaga pendidikan mulai dari tingkat kanak-kanak hingga perguruan tinggi harus mampu mencetak murid-murid, pelajar, siswa, bahkan sarjana dalam bidang kejujuran.
By: Rosdiana Manaf
(Sabtu/180611)
09.15 WIB
jadi ingat iklan satu rokok kretek, "Susah Jadi Manusia" .. hehe ..
ReplyDelete