Wednesday, July 6, 2011

Kondisi Dan Potensi Ekonomi Aceh

1.  Memahami Pembangunan Ekonomi Aceh

              Pembangunan ekonomi Aceh pada masa lalu lebih cenderung eksploitatif. Hasil eksploitasi sumberdaya alam Aceh lebih banyak dinikmati oleh Jakarta, dan produksi migas (minyak dan gas) Aceh lebih berdampak pada perekonomian nasional dibandingkan dengan perekonomian Aceh. Dalam era orde baru, Aceh tetap miskin ditengah sumberdaya alam yang dimilikinya berlimpah. Selanjutnya, konflik panjang yang mendera Aceh juga menjadi faktor penghambat pembangunan ekonomi di Aceh, berbagai sektor perekonomian melemah, seperti sektor riil, pengangguran meningkat, dan jumlah penduduk miskin yang semakin bertambah.
              Bencana Tsunami yang melanda Aceh telah menyebabkan perekonomian Aceh mencapaititik nol.[1] BAPPENAS juga memperkirakan total kerusakan infrastruktur (demage rapair) akibat bencana Tsunami di Aceh sekitar 2.924 juta US dolar dan pendapatan yang hilang 1.528 juta US dolar. Secara keseluruhan, kerugian dari dampak Tsunami sekitar 4.452 juta US dolar, yang kira-kira setara dengan nilai tahunan produk domestik regional bruto (PDRB) Aceh.[2]
              Pasca rehab rekon, terdapat beberapa persoalan pembangunan di Aceh, terkait dengan belum seluruhnya kegiatan rehab rekon dapat diselesaikan oleh BRR NAD-NIAS, maka tugas tersebut harus diambil alih oleh pemerintahan Aceh.
              Kemiskinan massal, pengangguran, menipisnya sumberdaya migas, berkurangnya areal hutan atau pengundulan hutan, pertumbuhan sektor riil yang lambat, pengangguran, kurang berfungsinya intermediasi bank untuk membantu nasabah kredit, demam investor luar (kurangnya investasi lokal), dan lainnya merupakan dampak yang sangat besar terhadap pembangunan ekonomi Aceh pasca Tsunami.

2.  Struktur Ekonomi Aceh
              Struktur ekonomi Aceh masih cenderung dalam sektor pertambangan migas. Sektor pertambangan migas masih memegang peranan kunci dalam perekonomian Aceh, dan kemudian disusul oleh sektor pertanian.

3.  Potensi Ekonomi Aceh
              Aceh memiliki potensi dibidang perikanan/kelautan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan pertambanagn. Potensi di bidang perikanan/kelautan sangat besar, tetapi pemanfaatannya masih sanagt rendah. Seperti yang direkam oleh Serambi (Senin 4 April 2011), “nelayan Aceh masih sangat minim dalam memanfaatkan potensi laut, padahal potensi perikanan sangatlah besar terutama dilautan Hindia, itu karena nelayan kita memiliki sarana penangkapan yang terbatas dan belum canggih.”
              Tersedianya areal yang dapat digunakan untuk perkebunan bagi pengembangan komoditi ekspor seperti kelapa sawit, karet, nilam, pala dan sebagainya sekitar 200.000 – 400.000 ha, dan kebun campuran seluas 294.924 ha. Saat ini sudah ada lahan perkebunan sebesar 205.550 ha dan lahan perkebunan rakyat 367.501 ha.[3]

4.  Ekonomi Syariah di Aceh
              Walaupun Aceh merupakan daerah pertama datangnya Islam di nusantara dan pernah menjadi pusat peradaban melayu sehingga dijuluki “Serambi Mekkah”, naming penerapan ekonomi syariah di Aceh belum semaju di daerah lain. Lebih kontras lagi, Aceh adalah daerah dimana berlakunya syariat Islam, namun dalam konteks ekonomi dan perbankan masih dominan menggunanakan/ memakai istem ekonomi konvensional ( ekonomi barat) yang berbau riba.
              Sekarang di Aceh sudah banyak bermunculan lembaga keuangan syariah, seperti Bank Muamalat Indonesia (BMI), Bank syariah Mandiri (BSM), Bank Aceh Syariah, Bank Danamon Syariah, Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah, CIMB Niaga Syariah, BNI Syariah walaupun dalam bentuk unit pelayanan, dan bank-bank pembiayaan syariah lainnya. Walaupun kemunculan Bank syariah seperti jamur di musim dingin, namun masyarakat Aceh masih belum bertekad untuk bergabung dengan bank syariah yang bebas dari riba, itu terbukti dari jumlah nasabah bank konvensional lebih besar dan banyak dibandingkan dengan bank syariah.
              Lebih tragis lagi yaitu ada masyarakat kita yang menganggap bank syariah itu “kolot”, dan sama saja dengan bank konvensional. Ini merupakan salah satu tantangan bank syariah untuk mengembangkan dirinya dalam melayani nasabah, bank syariah harus lebih terbuka, lebih mensosialisasikan kepada nasabah atau masyarakat (calon nasabah) tentang operasional, produk tabungan, dan produk pembiayaan sehingga nasabah atau masyarakat tidak akan beranggapan bahwa bank syariah dan bank konvensional tersebut sama.
              Secara tradisi, Aceh juga memiliki suatu pola  bagi hasil yang berbasis syariah yaitu pola yang disebut dengan “mawah”. Mawah adalah sistem bagi hasil antara pemilik modal (shahibul maal ) dengan pekerja atau pengelola (mudharib) yang biasa dilakukan dalam bidang peternakan atau pertanian. Bagi hasil dilakukan setelah pengurangan dari modal awal dari pendapatan/penghasilan, dan biasanya kesepakatan bagi hasil yang dilakukan adalah 50% untuk pemilik modal (shahibul maal), dan 50% untuk pekerja (mudharib). Sistem ini juga diterapkan oleh perbankan syariah dalam bentuk akad mudharabah. Akad mudharabah ini yaitu suatu akad perjanjian antara pemilik modal (bank), dengan pengelola (nasabah) dalam melakukan suatu usaha, yang modalnya 100% dari pemilik modal, sedangkan pekerja hanya memberikan jasanya dalam mengembangkan usaha tersebut.
              Teori dengan praktek memang berbeda, karena bank menggunakan prinsip kehati-hatian dalam mengelola dana pihak ketiga (dana nasabah), maka belum ada bank syariah yang menerapkan prinsip mudharabah sepenuhnya seperti teori di atas. Bank akan memberikan pembiayaan (kredit) kepada nasabah apabila nasabah tersebut sudah mempunyai usaha, dan mempunyai modal sendiri. Bank hanya memberikan tambahan modal usaha kepada nasabah tersebut. Mungkin dengan teori dan praktek yang ada kesenjangan tersebutlah masyarakat kita menyamakan praktek perbankan konvensional dengan bank syariah.


By: Rosdiana Manaf, S.E,Sy

Rabu, 06 Juli 2011
Jam 08:21 WIB



Gambar-gambar dari google



[1]Badan Pengawasan Perekonomian Nasional Tahun 2005.
[2]Ibid
[3]Tarmizi Abbas, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh Lhokseumawe.

No comments:

Post a Comment

Bagaimana menurut Sahabat?
Silahkan tinggalkan Komentar Tapi Jangan SARA Yach...!!! ^_^