Wednesday, December 7, 2011

PENGKHIANATAN CINTA

Akhir september dua ribu tujuh merupakan awal cerita panjang perjalanan cintaku. Waktu itu aku masih tercatat sebagai salah satu mahasiswa di sebuah Perguruan Tinggi Negeri di Aceh. Tepatnya pada Tanggal 27 Ramadhan Tahun 1428 H merupakan hari perkenalanku dengan seorang pria, sebut saja namanya Ardi.

Pemuda yang tampan juga sopan, itulah kesan pertama yang kurasakan. Pertemuanku dengan Ardi terjadi di sebuat pusat perbelanjaan di kotaku. Waktu itu hampir lebaran, jadi semua orang termasuk aku ikut berburu baju baru untuk lebaran. Tempat perbelanjaan itu adalah milik keluarganya Ardi yang ketika itu ikut menjaga dan melayani pembeli. Hiruk pikuk suara derungan kendaraan membuat aku semakin gerah, hari kian meninggi dan mataharipun mulai memuntahkan lavanya yang sangat panas.


Perkenalan terjadi ketika tawar-menawar harga barang dagangan. “Tinggal dimana dek ? tanya Ardi, dan berbagai macam pertanyaan lainnya yang sambung menyambung. Lucu juga pikirku, Ardi orangnya asyik, enak di ajak ngobrol dan juga humoris. Kesan pertama yang begitu indah yang akhirnya dia meminta nomor handphone ku. Ardi termasuk pria yang perhatian, mungkin karena baru kenal atau bukan yang jelas dia menawarkan jasanya untuk mengantarkan ku pulang, namun aku dengan halus menolaknya. Belum sampai di rumah, suara deringan hape pun berbunyi, ternyata ardi yang menelpon dan menanyakan apakah aku sudah sampai di rumah.

Setelah hari itu, pada akhir-akhir bulan Ramadhan, hidupku begitu berwarna, Ardi menghiasi hari-hariku juga malamku dengan perhatiannya. Setiap memasuki waktu sahur, shalat, berbuka puasa hingga shalat taraweh tidak pernah sekalipun Ardi absen mengingatkan. Ini merupakan perhatian ekstra yang diberikannya selain keluargaku. Perhatiannya tidak lagi seperti seorang teman kepada temannya, tapi sudah seperti seorang kekasih kepada pujaan hatinya. Komunikasi yang terjalin diantara kami begitu lancar, walaupun setelah perkenalan itu kami tidak pernah lagi bertemu, hanya dengan pesan singkat juga suara yang bisa di dengar. Itu juga disebabkan karena rumahku dengannya berjauhan.

Bulan puasa pun berlalu pergi dan kini hari kemenangan pun tiba. Menyambut hari lebaran berbagai aktivitas dilakukan oleh orang-orang, diantaranya adalah dengan melakukan takbir keliling, main petasan, bakar lilin juga berkumpul dengan keluarga. Seperti biasa setelah berlebaran di rumah selama kurang lebih empat hari, akupun harus kembali ke kosan untuk melanjutkan pendidikan. Waktu ingin selalu bersama keluarga kumanfaatkan sebaik mungkin.

Komunikasi dengan Ardi masih tetap terjalin hingga aku kembali ke bangku perkuliahan. Selama dua bulan dia melakukan pedekate (pendekatan) denganku yang akhirnya tepat pada Tanggal 3 November dia “menembakku’ dengan berbagai peluru yang sudah siap menusuki jantung hatiku. Dia mengungkapkan isi hatinya. Yang special dihari itu adalah bertepatan dengan hari lahirku, genap usiaku 20 Tahun. Ulang tahun kali ini ku mendapatkan kado istimewa dari seorang kekasih hati yang baru mengisi ruang harti yang sudah lama kosong. Berbagai bentuk perhatian, kasih sayang, dan cintanya yang diberikan untukku. Ini adalah hari yang tidak akan pernah terlupakan dalam hidupku.

Kehadiran Ardi dalam hidupku membawa pengaruh positif. Aku lebih rajin dan semangat dalam belajar, kehadirannya yang mengisi relung hatiku benar-benar membuat aku berubah. Dia adalah penyemangatku dalam berbagai kegiatan, walaupun secara tidak langsung namun motivasi yang diberikannya begitu besar sampai akhirnya peningkatan Indeks Prestasi (IP) ku pun meningkat drastis. Kondisi ini sangat menguntungkanku, “hati senang belajarpun riang” seperti itulah suasana hatiku. Begitulah cinta yang terjalin, walaupun jarak jauh namun aku merasa paling bahagia.

Kesibukan kami itulah yang membuat cinta yang terjalin diantara kami tidak maksimal. Aku sibuk dengan kegiatan di kampus, dan dia juga sibuk di kantor dan mengurus distro barunya yang baru di bangun. Ardi bekerja di salah satu Instansi Pemerintahan di kotaku, juga sekaligus pedagang yang baru-baru mambuka distro (toko khusus anak remaja) yang menjual berbagai jenis pakaian juga aksesoris untuk para remaja ABG (Anak Baru Gede). Selain distro Ardi juga menjual parfum (Parfum Store) yang juga dibantu oleh adiknya.

Kesibukannya yang bertambah tidak pernah mengurangi sedikitpun perhatiannya. Setelah tiga bulan kami menjalani hubungan baru kembali kami dipertemukan. Kebetulan waktu itu dia sedang berbelanja barang dagangannya di kota tempat perkuliahanku. Itulah pertemuan kedua yang terjadi setelah lima bulan yang lalu, yang kini sudah berstatus sebagai kekasih hati. Pertemuan yang kedua terasa begitu janggal, tapi karena sudah terbiasa berkomunikasi secara tidak langsung rasa janggal itupun sirna.

Hubungan cinta memang membutuhkan pengorbanan, pernah suatu hari aku harus mengorbankan kuliahku untuk pulang menjeguk ibunya sakit. Waktu itu aku sedang mengikuti ujian midtem (ujian pertengahan semester) tapi dengan berat hatipun aku tidak mengikutinya demi menjenguk Ibunya yang sedang sakit berat di kampung. Tidak hanya itu, ketika kakaknya melahirkan karena operasi aku juga pulang, padahal ketika itu juga sedang ujian midtem baru di mulai. Ada satu pengorbanan besar yang pernah kulakukan untuk keluarganya. Pada Tahun 2009 ketika PILKADA (Pemilihan Kepala Daerah) aku dan keluargaku ikut mempromosikan pamannya yang mencalonkan diri sebagai salah satu anggota Dewan di kotaku dari salah satu partai nasional. Ini merupakan salah satu tugas terbesar karena waktu itu partai lokallah yang sangat berkuasa. Memang dia tidak pernah menyuruhku untuk membantu saudaranya, tetapi karena cintalah tergerak hatiku untuk menolong keluarganya. Aku dan keluarganya begitu dekat, aku dikenalin kesemua keluarganya begitu juga Ardi yang selalu menyempatkan diri untuk hadir di setiap kegiatan di keluargaku.

Saat pemilihan berlangsung, semua mata tertuju padaku dan juga keluargaku karena setelah di umumkan ternyata ada satu nama calon Anggota Dewan dari partai nasional yang memiliki dua suara. Hampir seratus persen calon suara lainnya tertuju kepada partai lokal. Tidak lain adalah kertas suaraku juga kakakku. Masyarakat kampung memang sudah tau kedekatanku dengan keluarganya. Aku sempat di tegur oleh pemuda kampung atas sikapku dalam memilih calon anggota dewan. Hingga beberapa waktu keluargaku seperti tidak dianggap oleh masyarakat setempat. Itu merupakan salah satu cobaan dalam hidupku karena cintaku padanya. Ini memang sangat menyiksaku dan juga keluarga. Tapi sekali lagi hanya karena “cinta” semua orang menjadi berubah. Aku tidak peduli atas apa yang dilakukan oleh masyarakat terhadap keluargaku.

Keadaan ini berangsur-angsur kembali membaik dan seperti biasa karena dua suara dalam pemilu juga tidak membuat calon dari partai lokal kalah. Yang kalah adalah saudaranya juga yang lainnya dari partai nasional. Pada awal tahun dua ribu sepuluh terciumlah semua keburukannya. Ternyata Ardi selingkuh dengan saudaraku. Saudara yang baru kukenal setelah kami bertemu secara langsung. Dia menelponku ketika aku di kampung. Waktu itu aku pulang karena libur juga karena ada maulid di rumah. Perempuan itu juga sedang menyelesaikan studi disebuah perguruan tinggi di Banda Aceh. Aku menunggu Ardi ke rumah, alasannya dia sedang dinas keluar kota dan akan pulang esok harinya. Ketika perempuan itu menelpon hatiku bagai di cabik-cabik, patah, lumpuh tak berdaya karena ternyata dia sedang bersama Ardi. Sungguh seperti dihantam halilintar, tubuhku kaku tak bisa bergerak sesaat karena telah sesak oleh amarah yang menggelora. Dia membohongiku, dia bejat, dia pembohong, pengkhianat, pecundang, playboy, dan juga "p" lainnya begitu makiku saat itu.

Tanpa rasa bersalah ketika shubuh dia menelpon membangunkanku untuk shalat shubuh. Keesokan harinya aku langsung balik ke kosan. Padahal kegiatan perkuliahan belum aktif. Aku benar-benar sakit saat itu karena tahu dia selingkuh. Betapa aku sangat mencintainya, aku sangat menyayanginya melebihi diriku, betapa aku sangat setia menjaga cintaku tapi itu balasan dia.

Oh Tuhan.. kenapa aku disakiti?? Aku jadi ingat akan kata Om Mario Teguh.
“Om Mario, mengapa kesetiaan itu pedih? “Adikku yang baik hatinya, kepolosanmu meluruhkan hati dari kakak-kakakmu yang telah lebih berpengalaman dengan penipuan dalam cinta. Kesetiaan itu pedih karena engkau mempercayai penipu. Hatimu yang baik itu sesungguhnya sedang tidak jatuh cinta atau mencintai orang itu. Engkau sesungguhnya sedang jatuh cinta kepada harapanmu bahwa dia akan menjadi orang baik yang setia mencintaimu.


Aku memang telah tertipu. Setelah hari itu hubungan kamipun putus, dan komunikasi juga terputus sesaat karena aku tidak melayani SMS (short Messange Service) dan telpon darinya. Dia sering mengabariku tentang keadaannya. Seiring berjalannya waktu akupun mulai bangkit dari keterpurukan dan berusaha positif thinking (berpikir dengan jernih) bahwa dia tidak pantas untuk di cintai.
Kami sempat putus nyambung sebanyak dua kali karena konflik perselingkuhan juga. Aku sadar kenapa perselingkuhan ini terjadi, karena hubungan kami yang jarak jauh dan juga jarang bertemu itulah salah satu sebabnya yang akhirnya dia kesepian dan mencari yang lain. Tetapi perselingkuhan yang terakhir ini sudah tidak bisa ku maafkan lagi karena korbannya adalah saudaraku. Yang tidak bisa kuterima darinya adalah dia mengingkari komitmen kami yang janji setia walaupun berjauhan, “jauh bukanlah penghalang dalam hubungan kita” katanya ketika itu. Setelah tiga bulan kami berpisah, dia memberitahuku bahwa sebenarnya dia telah menikah di Jakarta sewaktu dia di sana, dan sudah mempunyai dua orang anak, laki-laki dan perempuan. Sekarang istrinya sudah dicerai melalui telpon selular. Ibunya saja pingsan saat diberitahukannya karena pernikahannya tidak ada satu anggota keluarganyapun yang tahu. Sempat Ibunya di opname karena penyakit darah tingginya naik dan kumat.

Sungguh aku sangat bersyukur karena aku dan dia tidak dipersatukan. Ternyata selama ini aku pacaran dengan duda. Oh Tuhan…. Alhamdulillah aku tidak diperjodohkan dengan lelaki yang tidak bertanggung jawab yang rela meninggalkan anak-anaknya tanpa bersalah dan tanpa memberi nafkah. Facebook juga mempertemukanku dengan mantan istrinya di Jakarta, aku pun mulai mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, memang benar dia telah d ceraikan Arbi dan Arbi meninggalkan anaknya ketika masih berusia 4 bulan dan setahun setengah. Arbi katanya pulang sebentar ke Aceh untuk menjeguk Ibunya namun sampai sekarang dia tidak pernah lagi kembali dan memberi kabar, cerita mantan istrinya itu panjang lebar. Terakhir aku mendengar kabar darinya bahwa dia telah menikah lagi bulai Mei kemarin. Sungguh kisah cinta yang sangat rumit, tapi itulah yang kualami hingga membuat aku trauma dan membenci lelaki. Itulah hidup yang penuh lika-liku dan warna yang kadang tidak dapat kita nalarkan.

Rumoh Aceh (November 2011)
oleh. Rose Dyana Manaf

4 comments:

  1. saleum,
    wah... tragisnya nasib percintaanmu dek, tapi ya sudahlah, semua juga sudah berlalu dan yang pastinya, kamu tidak terikat lagi dengannya. Semoga pengalaman tersebut membuatmu lebih hati - hati dalam menjalani hubungan asamara. doa abang selalu menyertaimu

    saleum dmilano

    ReplyDelete
  2. oma gawat thtat goe perjalanan cinta droeneuh dyana,,,,,semoga kejadian ini takkan terulang kembali,,,amin,,,,,,doa kamoe menyertai droe keuh dyana,,,,,,

    ReplyDelete
  3. wassalam...
    begitulah bg
    hidup memang penuh dengan pilihan, dulu Rose salah dalam memilih hingga sekarang seperti itu.
    memang menyedihkan.
    tapi ku yakin akan cinta yang suci akan menungguku datang menjemputnya :)
    tq bg Dee udah berkunjung.
    blogmu bagus juga

    ReplyDelete
  4. bg Nas, terimakasih atas simpatinya.
    insya Allah dengan doa ureung droneuh man mandum.
    insya Allah ukeu akan leubeh get lom.

    ReplyDelete

Bagaimana menurut Sahabat?
Silahkan tinggalkan Komentar Tapi Jangan SARA Yach...!!! ^_^